Rabu, 28 Juli 2010

TEROR ILMU HITAM

“Anak-anak, segera siapkan pakaian kalian! Karena malam ini kita akan menginap di rumah tante Yuli,” kata papa setibanya ia di rumah.

Aku, kak Rista, kak Wina dan saudaraku yang lain yang tadinya sedang asik bergurau tentu saja heran dengan apa yang di ucapkan papa barusan.

“Emang ada apa pa?” Tanya mama yang juga ikut heran.

“Begini, kata Yuli, rumah kita sekarang jadi incaran orang-orang yang menggunakan ilmu hitam. Dan tepatnya jam dua belas malam ini terror ilmu hitam itu akan mengenai kita entah lewat perantara apa. Yang jelasnya kita harus segera meninggalkan rumah ini sebelum waktunya tiba. Kalau tidak, kita semua akan celaka,” jawab papa lagi.

“Apa?” teriakku.

Aku tentu saja ngga’ habis pikir kenapa ada orang yang tega berbuat sebejat itu pada kami.

“Tapi mana mungkin ini bisa terjadi pa?” Tanya ka’ Rista.

“Sudah, ngga’ usah banyak tanya dulu. Kita harus buru-buru. Waktu kita tinggal sedikit. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas,” jawab papa lagi.

Sambil merapikan pakian-pakaianku, aku terus saja berpikir. Ini benar-benar di luar akal sehatku.

“Reni, cepat!” perintah papa padaku.

“Iya pa, bentar lagi!” jawabku.

Setelah yang lain selesai mengemaskan pakaian, mereka kini tinggal menungguku yang masih sibuk dengan pakaian-pakaian yang belum selesai aku kemasi.

“Cepat Ren’ lima menit lagi jam dua belas malam,” kata mama.

“Iya ma,” jawabku.

Saat aku berdiri dan berniat meninggalkan kamar, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Karena buru-buru, aku langsung merejectnya tanpa menyadari bahwa ternyata terror ilmu hitam yang akan datang itu bisa mengenai siapa pun dan lewat perantara apapun. Yang lebih parah lagi, ternyata jam sudah menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Tiba-tiba saja aku merasa seperti disengat listrik. Badanku terasa lemas, dan aku jatuh terkulai di lantai. Aku merasa semua badanku terasa sakit. Pandanganku terlihat kabur. Seketika itu juga aku sadar bahwa aku telah menjadi korban terror ilmu hitam itu. Namun sudah telambat, aku sudah terlanjur jatuh. Aku hanya bias berdo’a semoga semuanya dapat disembuhkan.

“Ya Tuhan, apakah hidupku akan berakhir sampai di sini?” bisikku dalam hati.

Dan setelah itu, aku tak sadarkan diri.

***

Saat aku membuka mata, aku merasa semuanya berubah. Suasananya beda dengan suasana di rumah.

“Di mana aku?” tanyaku pada mama.

“Sekarang kamu berada di rumah sakit. Semalam kamu pingsan karena terror ilmu hitam itu. Makanya kami melarikan kamu ke sini,” jawab mama pelan.

Tak lama kemudian, terdengar ketukan dari luar pintu. Mama bergegas melangkah ke arah pintu dan membukanya. Begitu kagetnya aku saat melihat ternyata yang datang adalah teman-teman serta senior- senior aku.

“Hai Ren, gimana keadaan kamu sekarang?” Tanya Rifah.

“ Udah agak mendingan kok,” jawabku.

“Syukur deh kalo gitu,” kata Suci.

“Dari mana kalian tau kalo aku masuk rumah sakit?” tanyaku lagi.

“Begini, kemaren kebetulan kami semua lagi pada ngumpul di secretariat kampus. Trus tiba-tiba ada telpon dari mama kamu. Katanya kamu masuk rumah sakit karena terkena terror ilmu hitam,” jawab kak Arman, salah satu seniorku.

Aku sangat senang dengan kedatangan mereka semua. Tapi meskipun begitu, peristiwa terror itu masih terus memenuhi pikiranku.

Selang beberapa jam kemudian, waktu istirahat tiba. Semua teman dan keluargaku keluar dari ruangan dengan maksud beristirahat di rumah tante Yuli yang tidak jauh dari rumah sakit. Kini tinggal kak Arman, kak Haru dan kak Andre. Mereka sengaja tinggal untuk berjaga-jaga. Tapi belum genap sejam mereka berada di kamar itu, aku terbangun dan tiba-tiba saja aku melihat mereka semua berubah menjadi sosok yang sangat menakutkan. Seluruh tubuh mereka berubah jadi hitam dan sagat gelap. Kemudian kaki mereka yang awalnya menyentuh lantai jadi melayang. Wajah mereka begitu menyeramkan. Aku berteriak dan berusaha minta tolong, tapi tak ada satu pun orang yang mendengar teriakanku. Aku kemudian berlari menuju pintu lalu keluar dari kamar. Aku mengelilingi setiap sudut dan ruangan di rumah sakit, tapi aku tak melihat ada satu pun orang. Aku terus saja berlari sementara ketiga makhluk aneh dan meyeramkan itu terus saja mengejarku.

Setelah beberapa menit aku berlari, akhirnya aku terpikir untuk berlari menuju rumah tante Yuli yang jaraknya cukup dekat dari rumah sakit. Dengan sisa tenaga aku mencoba tetap berlari dan berusaha agar dapat sampai di tempat tujuan dengan selamat. Tak lama kemudian aku pun sampai. Tanpa permisi aku membuka pintu rumah tante Yuli dan mencari orang-orang yang mungkin saja ada di rumah itu. Aku kembali mencari di setiap sudut ruangan. Dan aku mendapatkan mereka semua sedang berkumpul di ruang belakang. Aku langsung berlari menuju mama dan memeluknya dengan erat. Rasa takut masih saja membayangiku.

“Ada apa Ren? Kenapa kamu ada di sini? Mana ketiga senior kamu?” Tanya mama padaku.

“Ma, mereka itu bukan senior aku. Mereka itu makhluk-makhluk jahat dan menakutkan yang mencoba membunuh aku!” teriakku pada mama.

“Makhluk menakutkan apa maksud kamu?” Tanya mama lagi.

“Itu hanya halusinasi kamu saja Ren,” tambah tante Yuli.

“Ngga’ mungkin tante! Aku melihat mereka dengan jelas. Awalnya memang mereka tampak seperti senior aku. Tapi tak lama kemudian mereka tiba-tiba berubah menjadi makhluk yang sangat menakutkan. Aku berusaha teriak tapi tak ada satupun yang mendengar teriakanku. Aku lalu berlari keluar ruangan tapi tak ada orang yang terlihat. Aku bahkan sudah mencari di setiap sudut ruangan, dan semuanya kosong,” jelasku.

Tak lama kemudian, datanglah kak Arman, kak Heru dan kak Andre. Mereka bertiga mendekati aku, tapi aku menghindar.

“Jangan mendekat! Kenapa kalian mengganggu aku? Salah aku apa?” teriakku pada ketiganya.

“Maksud kamu apa Ren? Kami ini teman kamu, bukan makhluk jahat. Dari tadi kami mengejar kamu hingga keluar rumah sakit. Bahkan semua orang-orang di rumah sakit juga ikut mengejarmu. Tapi kamu ngga’ peduli dan tetap saja lari.” Jawab kak Andre.

“Bohong! Kalian semu makhluk jahat!!!” balasku.

Aku lalu bersembunyi di belakang mama dan berusaha minta tolong padanya. Tapi mama tetap saja mengatakan kalau mereka itu senior aku.

“Aku ngga’ mau ma! Mereka itu mau membunuhku !” teriakku lagi.

Untung semuanya bisa menenangkan dan berhasil menjelaskan padaku kalau mereka bertiga memang benar senior-senior aku.

Sejam kemudian, suasana kembali tenang. Mama meminta kak Arman untuk menjelaskan semua kejadian yang sebenarnya.

“ Begini tante, tadi waktu kami menjaganya, tiba-tiba ia terbangun dan ketakutan melihat kami bertiga. Kami berusah menenangkan, tapi ia malah berteriak minta tolong. Kami lalu mendekatinya dan berniat menyuruhnya diam. Namun ia malah lari keluar ruangan. Ia berlari mengelilingi rumah sakit. Bahkan semua orang berusaha mencegahnya. Termasuk para dokter,” jelas kak Arman.

“Trus?” Tanya mama lagi.

“Ia tetap saja berlari. Malah ia semakin takut pada kami. Ia sama sekali tak mempedulikan orang-orang. Seolah-olah, hanya kami bertiga yang ada dalam penglihatannya,” tambah kak Andre.

“Aku rasa itu adalah akibat dari gangguan pikirannya. Ia masih saja terpikirkan oleh peristiwa semalam, sehingga terbawa sampai ke halusinasinya,” kata tante Yuli. Aku kemudian dibawa kembali ke rumah sakit dan diberi perawatan yang intensif oleh dokter.

***

Saat yang lain tertidur lelap, aku bangun dan berjalan meuju toilet dengan niat untuk buang air kecil. Akan tetapi di depan toilet aku dikagetkan lagi oleh sosok makhluk seram dan besar. Tampangnya lebih menakutkan dibanding ketiga makluk seram yangmengejarku tadi siang. Aku ketakutan dan teriak. Tapi makluk besar itu semakin mendekatiku dan mencekik leherku. Kini aku tak bisa apa-apa. Aku merasa bahwa ajal akan segera menjemputku. Aku merasakan satu persatu urat leherku mulai putus. Namun aku masih tetap berusaha teriak hingga aku tak sadarkan diri. Dan saat aku terbangun, aku sangat lega karena ternyata aku masih hidup. Tapi aku maresa ada hal yang aneh. Tiba- tiba saja aku berada di rumah. Aku kemudin bangkit dari tempat tidur dan berlari ke kamar mama dan papa. Mereka semua masih tertidur. Lalu aku berlari menuju ke kamar saudara-saudaraku. Mereka semua juga masih tidur lelap. Lalu teringat olehku teman-teman dan senior yang datang menjenguk aku di rumah sakit. Aku kembali berlari, dan sekarang menuju kamar tamu, tapi mereka semua ngga’ ada.

“Apa mereka semua sudah pulang?” tanyaku dalam hati.

Aku melihat ke arah jam dinding. Masih menunjukkan pukul tiga subuh.

“Ngga’ mungkin mereka pulang tengah malam” pikirku.

Aku pun kembali berjalan menuju kamar. Tapi aku ngga’ bisa tidur lagi. Aku masih saja memikirkan peristiwa teror itu hingga pagi menjelang.

Saat sarapan pagi, aku menanyakan keberadaan tema-temanku pada orang –orang serumah.

“Apa? Teman-teman kamu?” Tanya mama.

Aku jadi semakin heran dan bingung.

“Ren, kamu itu cuma mimpi. Aku juga dengar kok kamu teriak-teriak. Lalu aku dan Wirna berlari menuju kamar kamu dan menenangkan kamu. Abisnya, kamu teriak ketakutan gitu,” jelas kak Rista

“Jadi peristiwa teror ilmu hitam itu hanya mimipi?” gumamku. Tapi aku lega, karena semuanya bukan sungguhan. Jadi, aku tak perlu ketakutan lagi.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar